Minggu, 08 Juli 2012

Rangkuman Buku-SARINAH

Kewajiban Wanita dalam Perjuangan Republik Indonesia

                “Soal perempuan bukanlah soal buat perempuan saja, tetapi soal masyarakat, soal perempuan dan laki-laki. Dan sungguh soal masyarakat dan Negara yang amat penting.”
                Membicarakan buku Sarinah, secara garis besarnya ada tiga hal penting yang disampaikan oleh Bung Karno, yaitu Sejarah kehidupan perempuan, Kodrat alamiah perempuan, dan yang ketiga adalah pergerakan kaum perempuan.
                Sejarah kehidupan perempuan, disini dijelaskan bahwa pada zaman dimana manusia belum mengenal rumah, dan hidup dalam fase berburu juga meramu, perempuan hidup tak ubahnya seperti kaum tertindas, ia hanya diposisikan sebagai penunggu suami pulang dari berburu dan dihidupi sepenuhnya oleh sang suami. Tetapi keadaan mulai berubah ketika, fase meningkat ke pertanian, alih-alih sebagai sebuah pekerjaan sambil menunggu suami pulang dari berburu, perempuan mulai memikirkan bagaimana caranya membuat sebuah aktifitas kehidupan yang mampu menghasilkan. Bercocok tanam adalah hal pertama yang dilakukan oleh perempuan. Sejak saat itu lah, perempuan mampu menjadi produsen makanan. Bahkan seiring dengan meningkatnya kegiatan pertanian ini, mulailah dengan kehidupan menetap dan mengenal rumah. Kembali perempuanlah yang menjadi ujung tombak perubahan dua fase kehidupan manusia, fase berburu dan meramu meningkat ke fase pertanian, dan fase nomaden (berpindah-pindah) menjadi menetap dengan mendirikan rumah tinggal.
                Di zaman sejarah ini merupakan era kejayaan perempuan, dengan hukum matriachartnya yang berlaku. Kaum laki-laki hidup dengan kendali kaum perempuan.
                Hal ke-dua adalah tentang Kodrat alamiah perempuan, disini Bung Karno secara gamblang menyampaikan bahwa masyarakat adalah terdiri dari kaum laki-laki dan kaum perempuan, dari kaum perempuan dan kaum laki-laki. Tak sehatlah masyarakat itu, manakala salah satu pihak menindas kepada yang lain, tak perduli pihak yang mana yang menindas dan tak perduli pihak yang mana yang tertindas. Kodrat alamiah perempuan yang hanya menempatkan perempuan kesisih periuk nasi dan hanya sebagai menerima zat anak, mengandung anak, melahirkan anak, memelihara anak, adalah hal yang tidak dapat dijadikan alasan untuk memisahkan kaum perempuan dari kehidupan masyarakat. Karena sejarahnya perempuan adalah tidak terpisah dari masyarakat. Sejarah perempuan adalah bergandengan dengan sejarah laki-laki, dua hal yang tidak bisa dipisahkan, satu untuk dua dua untuk satu.
                Di zaman sejarah, perempuan mengalami kejayaan dengan hukum peribuannya, dan laki-laki menjadi tertindas. Tetapi disaat sekarang hukum perbapaan yang berlaku keadaan pun tidak jauh berbeda, dimana perempuan juga merasa tertindas dan merasa menjadi mahluk yang no-dua. Sejatinya tidaklah seorang laki-laki dapat menunjukkan kesejatiannya sebagai seorang laki-laki tanpa hadirnya seorang perempuan, demikian pula sebaliknya dengan perempuan. Apalah arti dari keperempuannya jika tidak ada laki-laki. Tetapi manakala kesadaran tidak ada diantara kedua kaum, maka yang akan tertaji tetaplah yang satu merasa berkuasa terhadap yang lain, dan yang lain akan tetap merasa ditindas dan diabaikan. Pada hal masing-masing kaum memiliki peran, porsi, dan posisi yang tidak bisa diambil alih oleh kaum yang lain. Selama kesadaran akan peran, porsi, dan posisi masing-masing belum ada maka ketimpangan dan jalannya masyarakat belum akan mencapai susunan masyarakat yang seharusnya.
                Ke-tiga adalah perihal pergerakan kaum perempuan, untuk hal ini Bung Karno menjelasakan tentang tiga tingkatan pergerakan perempuan yang dapat dijadikan kiblat. Pergerakan tingkat pertama adalah apa yang disebut Bung Karno dengan “tingkat keperempuanan” yakni satu tingkatan yang pergerakan yang berfikiran tentang bagaimana caranya kaum perempuan mampu menyempurnakan pengabdiannya kepada suami. Disini perempuan dituntut untuk mampu menghadirkan dirinya sebagai satu sosok yang memiliki kesempurnaan baik didalam penampilan (mempercantik diri) sampai pada tataran bagaimana menjadi pelayan yang baik buat suami mereka. Asumsi seperti ini terjadi karena mereka mengira bahwa ketertindasan yang menimpa sebagai akibat dari tidak cakapnya mereka-perempuan didalam merawat dan memberikan serta melakukan perannya sebagai seorang perempuan.
                Tingkatan kedua, merupakan tingkatan yang banyak dikenal orang dengan “gerakan feminisme”, yakni satu gerakan perempuan yang lahir dari satu kesadaran menuntut persamaan hak, persamaan derajat, dengan kaum laki-laki. Terjadinya industrialisasi mengakibatkan kalangan perempuan menengah keatas merasa bosan dikarenakan kebiasaan mereka terhadap barang-barang produksi rumah tangga, diambil alih produksi oleh industri, dimana tenaga-tenaga yang terserap adalah kaum laki-laki. Karenanya gerakan pada tingkatan ini menuntut supaya mereka juga ikut dilibatkan didalamnya. Sayangnya gerakan feminisme hanya mencakup pada kalangan menengah keatas saja, akibatnya perempuan dikalangan rakyat jelata tidak ikut merasakan efek dari pergerakan ini.
                Tingkatan ke-tiga dari pergerakan kaum perempuan yang ditulis Bung Karno adalah pergerakan sosialisme, kenapa disebut dengan sosialisme, hal ini dikarenakan diranah pergerakan perempuan ini didalam aksinya hendak mendatangkan satu dunia baru sama sekali, yang didalamnya perempuan dan laki-laki sama-sama mendapat bahagia, dengan tiada pemerasan satu kelas oleh kelas yang lain, tiada penindasan satu sekse oleh sekse yang lain. Sehingga tidak boleh dikatakan sebagai satu gerakan perempuan tingkat ketiga. Sebab disini perempuan tidak beraksi sendiri, dan laki-laki pun tidak beraksi sendiri, tetapi kedua-duannya bersama-sama berjuang, bersama-sama bergerak, bahu-membahu, di dalam satu gelombang perjuangan kelas, yang tidak kenal perbedaan antara manusia dengan manusia, satu gelombang menuju kepada kemerdekaan-kemerdekaan laki-laki dan kemerdekaan perempuan untuk mendatangkan masyarakat sosialistis, dalam mana wanita dan laki-laki sama-sama sejahtera sama-sama merdeka.
                                               
***********************

Minggu, 01 Juli 2012

INDONESIA BEYOND SOEHARTO, NEGARA, EKONOMI, MASYARAKAT, TRANSISI

         Indonesia merupakan negara bangsa yang lahir sebagai resultan dari pergolakan sosial politik kekuatan pribumi melawan imperialisme asing. Sebagai negara yang baru merdeka, Indonesia dihadapkan pada sejumlah persolan dalam kerangka pembangunan nasional. Modernisasi yang diangkat sebagai cita-cita sosial yang akan dicapai melalui jalan perjuangan kemerdekaan dihadapkan pada persoalan yang lazim dialami oleh negara baru berdiri, terutama mengenai, integrasi nasional dan pelembagaan politik.
        Persoalan intergrasi nasional dan pelembagaan politik menemukan momentum pada masa pemerintahan Soekarno. Keragaman potensi kebangsaan, baik secara politik, sosiologis, budaya telah menjadi faktor yang ikut berkontribusi dalam berbagai gejolak pada masa itu. Sejarah mencatat, pada masa Soekarno setidaknya berbarengan dengan krisis politik pada masa demokrasi parlementer, berlangsung pula sejumlah pemberontakan didaerah-daerah. Tak hanya itu, lembaga-lembaga politik yang ada juga mengalami pasang surut baik akibat konflik maupun eksperimentasi politik yang dilakukan guna mencapai format politik yang lebih sesuai dan stabil. Namun demikian, hal penting yang dapat dipetik dari pengalaman masa pemerintahan Soekarno adalah proses menjadi negara bangsa telah berlangsung dengan berbagai dinamika dan tantangannya.
     Gejolak sosial politik pada masa demokrasi terpimpin ditandai dengan persaingan politik segitiga kekuatan, yakni, PKI dan tentara, serta Soekarno. Rivalitas politik ini meningkatkan suhu politik nasional. dimana puncaknya adalah meletusnya peristiwa yang kemudian hari dikenal dengan Gerakan 30 September 1965. Dalam peristiwa itu, PKI dituduh sebagai dalang dari peristiwa terbunuhnya sejumlah perwira militer Angkatan Darat dan upaya kudeta terhadap pemerintahan Soekarno.
       Drama politik 1965 ini akhirnya berujung dengan terjungkalnya PKI dari pentas politik nasional, dan kemudian berlanjut dengan aksi pembersihan semua kekuatan politik yang dianggap memiliki kaitan dengan PKI. Adalah Soeharto yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat memanfaatkan momentum krisis politik tersebut. Memanfaatkan perintah yang diberikan oleh Soekarno pada maret 1966 untuk memulihkan stabilitas keamanan, Soeharto secara sistematis merancang operasi politik untuk menyingkirkan PKI dan kelompok-kelompok yang dianggap membahayakan kepentingannya. Puncak dari operasi politik yang dilakukan oleh Soeharto adalah jatuhnya Soekarno setelah pidato pertanggungjawabannya ditolak dalam sidang MPRS. Dengan demikian, MPRS memiliki kewajiban untuk mengangkat Presiden baru untuk menjalankan pemerintahan, dan Soeharto menjadi pilihan politik utama untuk mengisi jabatan itu. Pengangkatan inilah yang kemudian menjadi tonggak sejarah bagi lahirnya sebuah rezim politik baru yang kemudian dikenal dengan istilah Orde Baru.